SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK-EKONOMI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
MAKALAH
SEJARAH INDONESIA
SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK-EKONOMI
INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
Disusun Oleh :
Kelompok Dua (XII IPS 2)
1. Ahmad Soleh
2. Astri Damayanti
3. Erluk Sanda
4. Kelvin Vahlepi
|
5. Venny Agita Marcelina
6. Meysi Amori
7. Ria Maulinda
|
SMA
NEGERI 1 KOTABUMI
LAMPUNG
UTARA
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai sejarah Indonesia. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Kami
mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati. Semoga makalah
ini dapat dipahami bagi setiap pembaca.
Kotabumi,
Januari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………..………………………………………………….2
Daftar Isi…………………………..……….………………………………………………….3
Bab .1 Pendahuluan
1.1Latar Belakang.……………...………...………………………………………………....4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan Masalah.................................................................................................................4
1.4
Metodelogi Penulisan.......................................................................................................4
Bab .2 Pembahasan
2.1 Penerapan Dwi Fungsi ABRI...........................................................................................
5
2.2 Rehabilitasi Ekonomi Orde Baru......................................................................................6
2.3 Kebijakan Pembangunan Orde Baru.................................................................................7
2.4 Integrasi Timor Timur.....................................................................................................11
2.5 Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi
Masa Orde Baru............................................12
Bab.3 Penutup
3.1
Kesimpulan.....................................................................................................................
7
Daftar
Pustaka............................................................................................................................8
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Orde baru
merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa
Soekarno (Orde Lama) dengan masa Soeharto. Sebagai masa yang menandai sebuah
masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru
lahir sebagai upaya untuk mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada
masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara Indonesia, melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen
dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa. Pada masa orde baru terjadi stabilitas
politik dan rehabilitasi ekonomi.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
penerapan dwi fungsi ABRI?
2.
Bagaimana
rehabilitasi ekonomi pada masa orde baru?
3.
Bagaimana
kebijakan pembangunan orde baru?
4.
Seperti apa
integrassi Timor Timur
5.
Bagaimana dampak
kebijakan politik ekonomi masa orde baru?
1.3 Tujuan
Masalah
1.
Dapat mengetahui
keadaan politik dan ekonomi pada masa orde baru
2.
Dapat menambah
wawasan terhadap sejarah
3.
Dapat menjadi
pelajaran untuk kehidupan kedepan
1.4 Metodelogi
Penulisan
Metodologi penulisan bersumber dari buku dan internet.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Penerapan Dwi Fungsi ABRI
Dwi Fungsi ABRI merupakan sebuah konsep dasar militer
dalam menjalankan peran sosial politik mereka di negeri ini. Dwi Fungsi ABRI
yang diketahui masyarakat di luar lingkungan ABRI adalah sebagai sebuah bentuk
militerisme, campur tangan militer dalam permasalahan politik, campur tangan
militer dalam permasalahan-permasalahan negara lainnya yang penting yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Dwi Fungsi ABRI dilihat sebagai sebuah
intervensi militer dan legitimasi militer untuk melakukan tindak kekerasan
terhadap rakyat. Dwi Fungsi berarti masuknya militer dalam
posisi-posisi/jabatan-jabatan penting dan mengurangi jatah orang-orang sipil.
Keadaan demikian membuat masyarakat sipil/civil society mengalami kemandekan dalam pembinaan SDM, kaderisasi
dan kepemimpinan. Sipil dianggap masih bodoh dan belum mampu memimpin atau
mengelola negara.
Konsep
dwifungsi TNI pertama kali muncul dalam bentuk konsep "Jalan Tengah"
yang diusulkan oleh Jendral A.H. Nasution,
pimpinan TNI-AD pada saat itu,
kepada Presiden Soekarno dalam peringatan Ulang Tahun Akademi Militer Nasional
(AMN) di Magelang, Jawa Tengah pada 13 November 1958 yang memberikan peluang
bagi peranan terbatas TNI di dalam pemerintahan sipil.
“Posisi
TNI bukanlah sekedar alat sipil seperti dinegara- negara Barat, dan bukan
pula sebagai rezim militer yang memegang kekuasaan negara. Ia adalah
sebagai suatu kekuatan sosial, kekuatan rakyat yang bahu-membahu dengan
kekuatan rakyat lainnya. Ia berbeda dengan sifat individualistis disatu pihak
dan totaliter dipihak lain, seperti yang dikenal di dunia Barat dan Timur.
Kalau
melihat kata Dwi-Fungsi, dwi dalam bahasan Sanskerta berarti dua, secara
konotatif berarti ganda. Dwi Fungsi adalah suatu doktrin di lingkungan militer
Indonesia yang menyebutkan bahwa militer memiliki dua tugas, yaitu pertama
menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan
mengatur negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang
posisi di dalam pemerintahan.
ABRI
kemudian akan mengambil “jalan tengah” diantara kedua hal tersebut. ABRI tidak
melibatkan dirinya kedalam politik dengan kudeta, tetapi tidak pula menjadi
penonton dalam arena politik. Perwira ABRI harus diberi kesempatan melakukan
partisipasinya didalam pemerintahan atas dasar individu, artinya tidak
ditentukan oleh institusi ABRI.
“Jalan tengah” yang
dimaksud, yaitu jalan tengah yang memadukan antara perwira militer professional
yang menolak keterlibatan militer dalam politik dan perwira yang menginginkan
militer mendominasi kehidupan. Dwi Fungsi merupakan kekuatan
sosial, kekuatan rakyat
yang bahu membahu dengan kekuatan rakyat lainnya.
Secara konseptual
Dwi Fungsi ABRI
hakikat sebenarnya adalah merupakan suatu pemikiran yang wajar. Konsep
Dwi Fungsi ABRI pada hakikatnya pengabdian kepada bangsa dan negara secara
total, baik di bidang pertahanan dan keamanan (Hankam) maupun bidang
non-Hankam.
Namun,
dalam praktiknya di lapangan pada masa lalu, ternyata terjadi penyimpangan
terhadap konsepsi semula. Salah satu di antara peran non- pertahanan yang
dimainkan militer adalah peran sosial-politik. Melalui konsep kekaryaan, peran
militer yang mencolok dibuktikan dengan banyaknya perwira militer yang
menduduki jabatan-jabatan politik dan pemerintahan. Perwira- perwira militer, termasuk yang
aktif, mulai dari menjadi kepala desa/lurah, camat, bupati/walikota, gubernur,
sampai menjadi menteri. Selain itu, militer menduduki jabatan-jabatan lain yang
seharusnya diduduki oleh birokrat sipil mulai dari kepala dinas, kepala kantor
departemen, inspektur jenderal, direktur jenderal, sampai sekretaris jenderal.
2.2 Rehabilitasi Ekonomi Orde Baru
Program rehabilitasi ekonomi Orde Baru dilaksanakan berlandaskan pada Tap MPRS No.XXIII/1966 yang isinya antara lain mengharuskan diutamakannya masalah perbaikan ekonomi rakyat di atas segala soal-soal nasional yang lain, termasuk soal-soal politik. Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah harus sedemikian rupa hingga benar-benar membantu perbaikan ekonomi rakyat.Bertolak dari kenyataan ekonomi seperti itu, maka prioritas pertama yang dilakukan pemerintah untuk rehabilitasi ekonomi adalah memerangi atau mengendalikan hiperinflasi antara lain dengan menyusun APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) berimbang. Sejalan dengan kebijakan itu pemerintah Orde Baru berupaya menyelesaikan masalah hutang luar negeri sekaligus mencari hutang baru yang diperlukan bagi rehabilitasi maupun pembangunan ekonomi berikutnya.
Untuk
menanggulangi masalah hutang-piutang luar negeri itu, pemerintah Orde Baru
berupaya melakukan diplomasi yang intensif dengan mengirimkan tim negosiasinya
ke Paris, Perancis (Paris Club), untuk merundingkan hutang piutang negara, dan
ke London , Inggris (London Club) untuk merundingkan hutang-piutang swasta.
Sebagai bukti keseriusan dan itikad baik untuk bersahabat dengan negara para
donor, pemerintah Orde Baru sebelum pertemuan Paris Club telah mencapai
kesepakatan terlebih dahulu dengan pemerintah Belanda mengenai pembayaran ganti
rugi sebesar 165 juta dollar AS terhadap beberapa perusahaan mereka yang
dinasionalisasi oleh Orde Lama pada tahun 1958. Begitu pula dengan Inggris
telah dicapai suatu kesepakatan untuk membayar ganti rugi kepada perusahaan Inggris
yang kekayaannya disita oleh pemerintah RI semasa era konfrontasi pada tahun
1965.
Selain
mengupayakan masuknya dana bantuan luar negeri, pemerintah Orde Baru juga
berupaya menggalang dana dari dalam negeri yaitu dana masyarakat. Salah satu
strategi yang dilakukan oleh pemerintah bersama–sama Bank Indonesia dan
bank-bank milik negara lainnya adalah berupaya agar masyarakat mau menabung.
Upaya
lain adalah menerbitkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) No.6 1968.
Satu hal dari UUPMDN adalah adanya klausal yang menarik yang menyebutkan bahwa
dalam penanaman modal dalam negeri, perusahaan-perusahaan Indonesia harus
menguasai 51% sahamnya. Untuk menindaklanjuti dan mengefektifkan UUPMA dan
UUPMDN pada tatanan pelaksanaannya, pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang
bertugas menanganinya. Pada 19 Januari 1967, pemerintah membentuk Badan
Pertimbangan Penanaman Modal (BPPM). Berdasarkan Keppres no.286/1968 badan itu
berubah menjadi Team Teknis Penanaman Modal (TTPM). Pada Tahun 1973, TTPM
digantikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga saat ini.
Kebijakan-kebijakan
yang diambil pemerintah pada awal Orde Baru mulai menunjukan hasil positif.
Hiperinflasi mulai dapat dikendalikan, dari 650% menjadi 120% (1967), dan 80%
(1968), sehingga pada tahun itu diputuskan bahwa Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita) pertama akan dimulai pada tahun berikutnya (1969). Setelah itu pada
tahun-tahun berikutnya inflasi terus menurun menjadi 25% (1969), 12% (1970),
dan 10% (bahkan sampai 8.88%) pada tahun 1971.
2.3 Kebijakan Pembangunan Orde Baru
ketika kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanakan amanat masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan nasional yang diupayakan melalui Program Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui pembangunan lima tahun (Pelita) yang di dalamnya memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia. Pada masa ini pengertian pembangunan nasional adalah suatu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara..Dalam usaha mewujudkan tujuan nasional maka Majelis Permusyawaratan Rakyat sejak tahun 1973-1978-1983-1988-1993 menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN). GBHN merupakan pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya yang kemudian dijabarkan dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Adapun Repelita yang berisi program-program kongkrit yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun, dalam repelita ini dimulai sejak tahun 1969 sebagai awal pelaksanaan pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Kemudian terkenal dengan konsep Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994) menurut indikator saat itu pembangunan dianggap telah berhasil memajukan segenap aspek kehidupan bangsa dan telah meletakkan landasan yang cukup kuat bagi bangsa Indonesia untuk memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (1995-2020).
Pemerintahan
Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep pembangunan nasional yang
terkenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan, yaitu: (1) pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat; (2) pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; dan (3) stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis.
a.Pertanian
Sepanjang
1970-an hingga 1980-an dilakukan investasi besar-besaran untuk infrastruktur
Pembangunan Lima Tahun (Repelita), swasembada pangan merupakan fokus tersendiri
dalam rencana pembangunan yang dibuat oleh Soeharto. Pada Pelita I yang
dicanangkan landasan awal pembangunan Pemerintahan Orde Baru, dititikberatkan
pada pembangunan di sektor pertanian yang bertujuan mengejar keterbelakangan
ekonomi melalui proses pembaharuan sektor pertanian. Tujuan Pelita I,
meningkatkan taraf hidup rakyat melalui sektor pertanian yang ditopang oleh
kekuatan koperasi dan sekaligus meletakkan dasar-dasar pembangunan dalam
tahapan berikutnya.
Soeharto
membangun dan mengembangkan organisasi atau institusi yang akan menjalankan program-program
tersebut. Pembangunan ditekankan pada penciptaan institusi pedesaan sebagai
wahana pembangunan dengan membentuk Bimbingan Massal (Bimas) yang diperuntukkan
meningkatkan produksi beras dan koperasi sebagai organisasi ekonomi masyarakat
pedesaan. Sekaligus menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam menyalurkan
sarana pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Di sisi lain pemerintah juga
menciptakan Badan Urusan Logistik (BULOG).
Kemudian
pemerintah melibatkan para petani melalui koperasi yang bertujuan memperbaiki
produksi pangan nasional. Untuk itu kemudian pemerintah mengembangkan ekonomi
pedesaan dengan menunjuk Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada dengan
membentuk Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Maka lahirlah Koperasi Unit Desa (KUD)
sebagai bagian dari pembangunan nasional. Badan Usaha Unit Desa (BUUD)/KUD
melakukan kegiatan pengadaan pangan untuk persediaan nasional yang diperluas
dengan tugas menyalurkan sarana produksi pertanian (pupuk, benih dan
obat-obatan).
Soeharto
juga mengembangkan institusi-institusi yang mendukung pertanian lainnya seperti
institusi penelitian seperti BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) yang
berkembang untuk menghasilkan inovasi untuk pengembangan pertanian yang pada
masa Soeharto salah satu produknya yang cukup terkenal adalah Varietas Unggul
Tahan Wereng (VUTW).
Pemerintah
Orde Baru membangun pabrik-pabrik pupuk untuk penyediaan pupuk bagi petani.
Para petani diberi kemudahan memperoleh kredit bank untuk membeli pupuk.
Pemasaran hasil panen mereka dijamin dengan kebijakan harga dasar dan pengadaan
pangan.
b. Pendidikan
Pada masa kepemimpinan Soeharto pembangunan pendidikan mengalami kemajuan yang sangat penting. Ada tiga hal yang patut dicatat dalam bidang pendidikan masa Orde Baru adalah pembangunan Sekolah Dasar Inpres (SD Inpres), program wajib belajar dan pembentukan kelompok belajar atau kejar. Semuanya itu bertujuan untuk memperluas kesempatan belajar, terutama di pedesaan dan bagi daerah perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah.
Pada masa kepemimpinan Soeharto pembangunan pendidikan mengalami kemajuan yang sangat penting. Ada tiga hal yang patut dicatat dalam bidang pendidikan masa Orde Baru adalah pembangunan Sekolah Dasar Inpres (SD Inpres), program wajib belajar dan pembentukan kelompok belajar atau kejar. Semuanya itu bertujuan untuk memperluas kesempatan belajar, terutama di pedesaan dan bagi daerah perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah.
Pada
1973, Soeharto mengeluarkan Inpres No 10/1973 tentang Program Bantuan
Pembangunan Gedung SD. Pelaksanaan tahap pertama program SD Inpres adalah
pembangunan 6.000 gedung SD yang masing-masing memiliki tiga ruang kelas. Dana
pembangunan SD Inpres tersebut berasal dari hasil penjualan minyak bumi yang
harganya naik sekitar 300 persen dari sebelumnya.
Pada
tahun-tahun awal pelaksanaan program pembangunan SD Inpres, hampir setiap
tahun, ribuan gedung sekolah dibangun. Sebelum program Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita) dilaksanakan, jumlah gedung SD yang tercatat pada tahun 1968
sebanyak 60.023 unit dan gedung SMP 5.897 unit. Pada awal Pelita VI, jumlah itu
telah meningkat menjadi sekitar 150.000 gedung SD dan 20.000 gedung SMP.
Pembangunan paling besar terjadi pada periode 1982/1983 ketika 22.600 gedung SD
baru dibuat. Hingga periode 1993/1994 tercatat hampir 150.000 unit SD Inpres
telah dibangun.
Peningkatan
jumlah sekolah dasar diikuti pula oleh peningkatan jumlah guru. Jumlah guru SD
yang sebelumnya berjumlah sekitar ratusan ribu, pada awal tahun 1994 menjadi
lebih dari satu juta guru. Satu juta lebih guru ditempatkan di sekolah-sekolah
inpres tersebut. Lonjakan jumlah guru dari puluhan ribu menjadi ratusan ribu
juga terjadi pada guru SMP. Total dana yang dikeluarkan untuk program ini
hingga akhir Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I mencapai hampir Rp 6,5 triliun.
Program
wajib belajar pada era Soeharto mulai dilaksanakan pada 2 Mei 1984, di akhir
Pelita (Pembangunan Lima Tahun) III. Dalam sambutannya peresmian wajib belajar
saat itu, Soeharto menyatakan bahwa kebijakannya bertujuan untuk memberikan
kesempatan yang sama dan adil kepada masyarakat.
c. Keluarga Berencana (KB)
Pada masa Orde Baru
dilaksanakan program untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang dikenal
dengan Keluarga Berencana (KB). Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia
mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi
1,6%.Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat
Indonesia dan peningkatan kesejahteraannya. Keberhasilan ini dicapai melalui
program KB yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN).Berbagai kampanye mengenai perlunya KB dilakukan oleh pemerintah, baik
melalui media massa cetak maupun elektronik. Pada akhir tahun 1970-an sampai
akhir tahun 1980-an di Televisi Republik Indonesia (TVRI) sering diisi oleh
acara-acara mengenai pentingnya KB. Baik itu melalui berita atau acara hiburan
seperti drama dan wayang orang “Ria Jenaka”. Di samping itu nyanyian mars
“Keluarga Berencana” ditayangkan hampir setiap hari di TVRI. Selain di media
massa, di papan iklan di pinggir-pinggir jalan pun banyak dipasang mengenai
pesan pentingnya KB.
Demikian pula dalam mata
uang koin seratus rupiah dicantumkan mengenai KB. Hal itu menandakan bahwa Orde
Baru sangat serius dalam melaksanakan program KB. Slogan yang muncul dalam
kampanye-kampanye KB adalah “dua anak cukup, laki perempuan sama saja”.Program
KB di Indonesia, diawali dengan ditandatanganinya Deklarasi Kependudukan PBB
pada tahun 1967 sehingga secara resmi Indonesia mengakui hak-hak untuk
menentukan jumlah dan jarak kelahiran sebagai hak dasar manusia dan juga
pentingnya pembatasan jumlah penduduk sebagai unsur perencanaan ekonomi dan
sosial.
Program KB di Indonesia
sebagai salah satu yang paling sukses di dunia, sehingga menarik perhatian
dunia untuk mengikuti kesuksesan Indonesia. Pemerintah pun mengalokasikan
sumber daya dan dana yang besar untuk program ini.
d. Kesehatan Masyarakat,
Posyandu
Perkembangan
puskesmas bermula dari konsep Bandung Plan diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena
dan dr. Patah pada tahun 1951, Bandung Plan merupakan suatu konsep pelayanan
yang menggabungkan antara pelayanan kuratif dan preventif. Tahun 1956
didirikanlah proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti di Lemah Abang, yaitu model
pelayanan kesehatan pedesaan dan pusat pelatihan tenaga.Kemudian didirikan
Health Centre(HC) di 8 lokasi, yaitu di Indrapura (Sumut), Bojong Loa (Jabar),
Salaman (Jateng), Mojosari (Jatim), Kesiman (Bali), Metro (Lampung), DIY dan
Kalimantan Selatan. Pada 12 November 1962 Presiden Soekarno mencanangkan
program pemberantasan malaria dan pada tanggal tersebut menjadi Hari Kesehatan
Nasional (HKN).
Konsep
Bandung Plan terus dikembangkan, tahun 1967 diadakan seminar konsep Puskesmas.
Pada tahun 1968 konsep Puskesmas ditetapkan dalam Rapat Kerja Kesehatan
Nasional dengan disepakatinya bentuk Puskesmas
Perkembangan
puskesmas menampakan hasilnya pada era Orde Baru, salah satu indikatornya
adalah semakin baiknya tingkat kesehatan. Pada sensus 1971 hanya ada satu
dokter untuk melayani 20,9 ribu penduduk. Sensus 1980, menunjukkan bahwa satu
tenaga dokter untuk 11,4 ribu penduduk.
2.4 Integrasi Timor-Timur
Integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia tidak
terlepas dari situasi politik internasional saat itu, yaitu perang dingin
dimana konstelasi geopolitik kawasan Asia Tenggara saat itu terjadi perebutan
pengaruh dua blok yang sedang bersaing pada saat itu yaitu Blok Barat (Amerika
Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet) . Dengan kekalahan Amerika Serikat di
Vietnam pada tahun 1975, berdasarkan teori domino yang diyakini oleh Amerika
Serikat bahwa kejatuhan Vietnam ke tangan kelompok komunis akan merembet ke
wilayah–wilayah lainnya. Berdirinya pemerintahan Republik Demokratik Vietnam
yang komunis dianggap sebagai ancaman yang bisa menyebabkan jatuhnya
negara-negara di sekitarnya ke tangan pemerintahan komunis.
Kemenangan
komunis di Indocina (Vietnam) secara tidak langsung juga membuat khawatir para
elit Indonesia (khususnya pihak militer). Pada saat yang sama di wilayah koloni
Portugis (Timor-Timur) yang berbatasan secara langsung dengan wilayah Indonesia
terjadi krisis politik. Krisis itu sendiri terjadi sebagai dampak kebebasan
yang diberikan oleh pemerintah baru Portugal di bawah pimpinan Jenderal Antonio
de Spinola. Ia telah melakukan perubahan dan berusaha mengembalikan hak-hak
sipil, termasuk hak demokrasi masyarakatnya, bahkan dekolonisasi.
Di
Timor-Timur muncul tiga partai politik besar yang memanfaatkan kebebasan yang
diberikan oleh pemerintah Portugal. Ketiga partai politik itu adalah: (1) Uniao
Democratica Timorense(UDT-Persatuan Demokratik Rakyat Timor) yang ingin merdeka
secara bertahap. Untuk tahap awal UDT menginginkan Timor-Timur menjadi negara
bagian dari Portugal: (2) Frente Revoluciondria de Timor Leste
Independente(Fretilin-Front Revolusioner Kemerdekaan Timor-Timur) yang radikal
–Komunis dan ingin segera merdeka; dan (3) Associacau Popular Democratica
Timurense (Apodeti- Ikatan Demokratik Popular Rakyat Timor) yang ingin
bergabung dengan Indonesia. Selain itu terdapat dua Partai kecil, yaitu Kota
dan Trabalista. Ketiga partai tersebut saling bersaing, bahkan timbul konflik
berupa perang saudara.
Pada tanggal 31
Agustus 1974 ketua umum Apodeti, Arnaldo dos Reis Araujo, menyatakan partainya
menghendaki bergabung dengan Republik Indonesia sebagai provinsi ke-27.
Pertimbangan yang diajukan adalah rakyat di kedua wilayah tersebut mempunyai
persamaan dan hubungan yang erat, baik secara historis dan etnis maupun
geografis.
Keterlibatan
Indonesia secara langsung di Timor-Timur terjadi setelah adanya permintaan dari
para pendukung “Proklamasi Balibo”, yang terdiri UDT bersama Apodeti, Kota dan
Trabalista. Keempat partai itu pada tanggal 30 November 1975 di kota Balibo
mengeluarkan pernyataan untuk bergabung dengan pemerintahan Republik Indonesia.
Pada tanggal 31 Mei 1976 DPR Timor-Timur mengeluarkan petisi yang isinya
mendesak pemerintah Republik Indonesia agar secepatnya menerima dan mengesahkan
bersatunya rakyat dan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia.
Atas
keinginan bergabung rakyat Timor Timur dan permintaan bantuan yang diajukan,
pemerintah Indonesia lalu menerapkan “Operasi Seroja” pada Desember 1975.
Operasi militer ini diam-diam didukung oleh Amerika Serikat (AS) yang tidak
ingin pemerintahan komunis berdiri di Timor Timur. Pada masa itu Perang Dingin
antara AS dengan Uni Sovyet yang komunis memang tengah berlangsung.
Bersamaan
dengan operasi-operasi keamanan yang dilakukan, pemerintah Indonesia dengan
cepat juga menjalankan proses pengesahan Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia
dengan mengeluarkan UU no. 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor
Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan pembentukan Daerah
Tingkat I Timor Timur.
Pengesahan
ini akhirnya diperkuat melalui Tap MPR nomor IV/MPR/1978. Timor Timur secara
resmi menjadi propinsi ke 27 di wilayah negara kesatuan Republik
Indonesia.Negara-negara tetangga dan pihak Barat, termasuk Amerika Serikat dan
Australia dengan alasannya masing-masing umumnya mendukung tindakan Indonesia.
Kekhawatiran akan jatuhnya Timor-Timur ke tangan komunis membuat negara-negara
Barat (khususnya Amerika Serikat dan Australia) secara diam-diam mendukung
tindakan Indonesia. Mereka secara de-facto dan selanjutnya de-jure integrasi
Timor-Timur ke wilayah Indonesia. Akan tetapi, penguasaan Indonesia terhadap
wilayah itu ternyata menimbulkan banyak permasalahan yang berkelanjutan,
terutama setelah berakhirnya “perang dingin” dan runtuhnya Uni Soviet.
2.5 Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Orde
Baru
Pendekatan keamanan yang diterapkan oleh pemerintah Orde
Baru dalam menegakkan stabilisasi nasional secara umum memang berhasil
menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan ekonomi pun
berjalan baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program
pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya dapat terlihat secara
kongkret. Indonesia berhasil mengubah status dari negara pengimpor beras
menjadi bangsa yang bisa memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat,
penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang
meningkat.
Namun,
di sisi lain kebijakan politik dan ekonomi pemerintah Orde Baru juga memberi
beberapa dampak yang lain, baik di bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang
politik, pemerintah Orde Baru cenderung bersifat otoriter, Presiden mempunyai
kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya pemerintahan. Peran negara
menjadi semakin kuat yang menyebabkan timbulnya pemerintahan yang sentralistis.
Pemerintahan sentralistis ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan
publik pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah diberi peluang yang sangat
kecil untuk mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara termasuk kehidupan politik.
Pemerintah Orde Baru
dinilai gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang
baik, Golkar dianggap menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang
diinginkan, sementara dua partai lainnya hanya sebagai alat pendamping agar
tercipta citra sebagai negara demokrasi. Sistem perwakilan bersifat semu bahkan
hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme), sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak
mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Meskipun
pembangunan ekonomi Orde Baru menunjukan perkembangan yang menggembirakan,
namun dampak negatifnya juga cukup banyak. Dampak negatif ini disebabkan
kebijakan Orde Baru yang terlalu memfokuskan/mengejar pada pertumbuhan ekonomi,
yang berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi para
pejabat di Indonesia.
Dengan
situasi politik dan ekonomi seperti diatas, keberhasilan pembangunan nasional
yang menjadi kebanggaan Orde Baru yang berhasil meningkatkan GNP Indonesia ke
tingkat US$ 600 di awal tahun 1980-an, kemudian meningkat lagi sampai US$ 1300
perkapita diawal dekade 1990-an, serta menobatkan Presiden Soeharto sebagai “
Bapak Pembangunan” menjadi seolah tidak bermakna. Sebab meskipun pertumbuhan
ekonomi meningkat tetapi secara fundamental pembangunan tidak merata tampak
dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang
terbesar devisa negara seperti di Riau, Kalimantan Timur dan Irian Barat/Papua.
Faktor inilah yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab terpuruknya
perekenomian Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
BAB 3
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pada masa Orde Baru,
pelaksanaan negara banyak didominasi oleh ABRI. Dominasi yang
terjadi pada masa itu dapat dilihat dari banyaknya jabatan pemerintahan mulai dari
Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar diisi oleh
anggota ABRI
terjadi pada masa itu dapat dilihat dari banyaknya jabatan pemerintahan mulai dari
Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar diisi oleh
anggota ABRI
2. Pembangunan menjadi
prioritas kebijakan pemerintah Orde Baru. Program berupa
Rencana Pembangunan Lima Tahun menunjukkan adanya pelaksanaan tahap demi tahap
pembangunan yang dilakukan dengan prioritas pembangunan tertentu.
Rencana Pembangunan Lima Tahun menunjukkan adanya pelaksanaan tahap demi tahap
pembangunan yang dilakukan dengan prioritas pembangunan tertentu.
3. Agenda pembangunan ini
diformulasikan oleh pemerintaah Orde Baru dalam bentuk
Trilogi Pembangunan.
Trilogi Pembangunan.
4. sKrisis ekonomi dan
tuntutan demokratisasi menjadi alasan gerakan mahasiswa yang
akhirnya menjadikan orde ini diganti dengan Orde Reformasi.
akhirnya menjadikan orde ini diganti dengan Orde Reformasi.
Comments
Post a Comment